Senin, 26 November 2012

uji toksisitas Akut pada Mus musculus

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Uji Toksisitas Akut pada Mus Musculus


Dosen Pembimbing :
Ibu Indri Ganarsih M, Si.
Ibu Etyn Yunita M, Si.

            Kelompok                   :   4 (Empat)
            Kelas                           :   Biologi 5 A
Ayu Septiawan                      (1110095000004)
M Fazri Hikmatyar               (1110095000010)
Mutia Widi Riani                  (1110095000016)
                                    Rachma Fauziah                   (1110095000025)                               
Hartadi Wiryawan                (11100950000xx)

       

PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
         Efek toksik dari bahan pencemar yang berasal dari logam berat dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ atau bahkan bahkan kematian pada makhluk hidup. Salah satu logam berat yang dapat memberikan efek toksin adalah Cd (Cadmium). Cadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Cadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Zat beracun tersebut dapat masuk ke tubuh manusia elalui sistem pencernaan dan sistem pernapasan. Keracunan logam kadmium terdiri dari 15-50% penyerapan melalui sistem pernapasan dan 2-7% melalui sistem pencernaan. Target organ adalah hati, plasenta, ginjal, paru-paru, otak, dan tulang.
         Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengetahui efek dari logam Cd (Cadmium) didalam larutan kadmium sulfat (CdSO4). Penggunaan larutan kadmium sulfat (CdSO4) bertujuan untuk memudahkan pendedahan yang dilakukan secara intraperitoneal terhadap mencit. Uji toksisitas akut ini dilakukan untuk memperkirakan LD50 sehingga dapat diketahui besarnya dosis zat toksik yang mangakibatkan kematian 50% hewan uji untuk selanjutnya dapat dikonversi ke manusia.  

1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengaruh konsentrasi logam berat CdSO4 terhadap kondisi Mus musculus betina.
2.      Pengaruh pemaparan CdSO4 yang dibandingkan dengan control terhadap organ visceral Mus musculus betina.

1.3  Tujuan
1.      Menentukan Lethal Dose Cadmium Sulfat / LD50 CdSO4 pada Mus musculus.
2.      Mengetahui tingkat toksisitas CdSO4 berdasarkan konsentrasi tertentu.
3.      Mengetahui efek toksisitas akut sebagai akibat dari pendedahan jangka pendek dengan dosis tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Hewan Percobaan
                Pemilihan spesies hewan coba yang lazim digunakan pada uji toksisitas akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci, babi, anjing, dan monyet. Pertimbangan dalam memilih hewan coba biasanya didasarkan pada avaibilitas, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun seiring perkembangan zaman, tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut dipertimbangkan. Hewan yang paling sering dipakai adalah mencit dengan mempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan perawatan, harga, dan hasil yang cukup konsisten dan relevan. Hewan percobaan yang digunakan dalam praktikum kali ini memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum       : Chordata
Kelas       : Mamalia
Ordo       : Rodentia
Famili      : Muridae
Genus      : Mus
Spesies     : M. musculus
         Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah yang termasuk ke dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memiliki berat antara 25-40gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata merah muda (Hrapkiewicz etal, 1998).
            Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda, seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari (nocturnal), aktivitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,40 C, lajurespirasi 163/menit sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan sesama sangat kurang, jika makanan kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak, suhu normal 37,50 C, laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus persamaannya gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat /menggigit benda-benda yang keras.
           
2.2.  Uji Toksisitas Akut
            Uji toksisitas adalah untuk menentukan sifat akut atau kronik limbah. Pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun terhadap organisme, menganalisis secara obyektif resiko yang dihadapi akibat adanya racun di lingkungan. Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu pemaparan pendek dengan efek parah dan mendadak dimana organ absorpsi dan eksresi terkena. Sedangkan toksisitas kronis terjadi pada dosis tidak tinggi pemaparan menahun, gejala tidak mendadak atau gradual, intensitas efek dapat parah/ tidak.Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan manusia yang terpapar.
            Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan zat kimia yang diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam waktu 24 jam. Terdapat beberapa macam cara untuk pengujian toksisitas akut, yaitu oral, parenteral, inhalasi, kulit dan mata. Suatu indeks untuk mendefinisikan
toksisitas akut dikenal dengan istilah LD50. Pengertian dari LD50 adalah dosis tunggal dari suatu zat, yang diturunkan secara statistik, yang menyebabkan kematian 50% hewan uji. Uji toksisitas akut bertujuan untuk menyelidiki intrinsik dari suatu bahan kimia, untuk menilai jenis hewan yang peka, menyeleksi tingkat dosis dalam penelitian lebih lanjut, dan untuk memperoleh informasi mengenai dampak merugikan yang dapat muncul pada organ.
2.3.  Uji Toksisitas CdSO4 terhadap Hewan dan Tumbuhan
            Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan dengan dosis, waktu dan cara pemberian tertentu telah banyak dilaporkan menyebabkan kelambatan perkembangan dan embrio abnormal. Selain efek tersebut bahan-bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya penurunan indeks mitosis pada sel, baik sel tubuh ataupun sel embrio (blastomer) serta menyebabkan terjadinya aberasi kromosom. Penurunan indeks mitosis berarti telah terjadi kelambatan pembelahan sel, jika waktu pembelahan sel lambat maka akan menyebabkan kelambatan perkembangan suatu organisme.
         Cd termasuk dalam logam berat non-esensial, dalam jumlah yang berlebih menyebabkan toksisitas pada manusia, hewan dan tumbuhan. Akumulasi pada tumbuhan dapat memicu perubahan ekspresi protein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein bayam cabut (Amaranthus tricolor, L.) pada cekaman Kadmium (Cd) dilaksanakan di Laboratorium Botani Biologi ITS, secara deskriptif eskperimental dengan metode elektroforesis SDS-PAGE. daun bayam cabut (Amaranthus tricolor, L.) diperlakukan CdSO4 dengan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 1, 2, dan 3 ppm. Analisis dengan elektroforesis SDS-PAGE menunjukkan bahwa dengan perlakuan konsentrasi 1, 2 membentuk 18 pita protein dan 3 ppm 17 pita protein. Pita protein yang terlihat pada perlakuan 1, 2 dan 3 ppm yang berbeda dengan kontrol di duga sebagai fitokelatin mempunyai berat molekul 15.9 kDa, 39.2 kDa, 21 kDa dan 64.28 kDa. Protein fitokelatin pada tumbuhan diketahui berperan sebagai protein pertahanan dan pengikat logam cadmium (Cd).
2.3. Efek Toksisitas CdSO4 terhadap Sistem Organ Manusia
   Cadmium ditemukan dalam pembuatan baterai, plastik PVC, pigmen cat, pupuk, rokok, dan kerang yang berada di sekitar lingkungan pabrik. Logam berat ini bergabung bersama timbal (Pb) dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Cadmium di alam biasanya berikatan dengan sulfat membentuk senyawa CdSO4. Walaupun kadar logam dalam tanah, air, dan udara rendah, namun dapat meningkat apabila manusia menggunakan produk-produk dan peralatan yang mengandung logam, pabrik-pabrik yang menggunakan logam, pertambangan logamdan pemurnian logam.
  • Efek Kadmium Terhadap Ginjal
Logam Cd dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat jumlah atau jumlah kandungan protein yang terdapat dalam urine. Petunjuk kerusakan yang dapat terjadi pada ginjal akibat logam kadmium yaitu terjadinya asam amniouria dan glokosuria, dan ketidaknormalan kandungan asam urat kalsium dan fosfor dalam urine.
  • Efek Kadmium Terhadap Paru
      Keracunan yang disebabkan oleh peristiwa terhirupnya uap dan atau debu kadmium juga mengakibatkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru. Kerusakan paru-paru tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd.

·         Efek Kadmium Terhadap Tulang
      Efek keracunan kadmium juga dapat mebgakibatkan kerapuhan pada tulang. Gejala rasa sakit pada tulang sehingga menyulitkan untuk berjalan. Terjadi pada pekerja yang bekerja            pada industri yang menggunakan kadmium. Penyakit tersebut dinamakan “itai-itai”.
·         Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi
      Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan      organ-organya. Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada      laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar oleh uap logam cadmium dapat mengakibatkan impotensi.
2.4.  Jalur-jalur Pendedahan dan Penjelasannya
Cara pendedahan zat pada hewan percobaan harus dilakukan secara tepat. Hal ini dikarenakan pendedahan hewan dilakukan dengan tujuan untuk meneliti anatomi dan fisiologi hewan percobaan tersebut. Jika cara pendedahan yang dilakukan tidak sesuai prosedur, maka hewan percobaan akan cacat atau bahkan mati ketika kita memerlukan data-data untuk proses penelitian.
            Jalur pendedahan melalui kulit adalah yang paling mudah. Cukup hanya dengan mengoleskan zat pada bagian kulit yang diinginkan. Pendedahan melalui saluran pernapasan juga cukup mudah untuk dilakukan, yaitu dengan cara memaksa hewan menghisap zat yang ingin kita masukkan.
            Oral gavage merupakan metode yang banyak dilakukan di kalangan ilmuan. Untuk mengurangi resiko yang tidak baik dalam penggunaanya, penting untuk dianjurkan bahwa ketrampilan merupakan hal yang harus dimiliki orang yang melakukan pendedahan secara oral gavage. Menurut Zhang (2012) sebagai alternatif gavage, beberapa bahan bisa dimakan secara sukarela pada campuran yang enak. Pemberian secara oral gavage dilakukan melalui saluran pencernaan, oleh karena itu penting untuk membuat mencit agar tidak stress. Volume maksimal pendedahan secara oral gavage adalah 0,1 mL.
            Injeksi secara subkutan biasanya paling tidak menyakitkan diantara metode injeksi yang lain. Injeksi ini dilakukan dengan cara memasukkan zat ke dalam lapisan kulit menggunakan jarum suntik. Meskipun demikian, metode ini hanya digunakan untuk beberapa maksud penelitian saja. Jika ingin meneliti sistem pencernaan, maka metode ini tidak tepat digunakan (anonim, 2012). Volume maksimal zat yang dapat dimasukkan melalui metode subkutan adalah 0,05 sampai 0,2 mL bergantung pada berat hewan.
            Injeksi intravena merupakan metode injeksi yang cukup sulit dilakukan oleh orang yang kurang berpengalaman. Untuk melakukan injeksi intravena dapat menyebabkan masalah pada mencit bila terjadi kesalahan saat dilakukan injeksi (Institute of Animal Technology, 2012). Injeksi intravena langsung memasukkan zat ke aliran darah melalui ekor (pada mencit). Injeksi ini digunakan untuk meneliti penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang membutuhkan penedahan zat langsung ke aliran darah. Volume maksimal zat yang dapat dimasukkan melalui metode subkutan adalah 0,1 sampai 0,25 mL bergantung pada berat hewan.
            Injeksi intraperitonial dilakukan dengan cara memasukkan zat ke rongga abdomen. Menurut tim dari Procedures with care (2010), injeksi intraperitonial meskipun sering dilakukan sebagai salah satu metode untuk injeksi zat seperti anestesi, tingkat kegagalannya cukup tinggi, oleh karena itu disarankan untuk beralih ke injeksi subkutan atau oral gavage jika hanya untuk memasukkan zat anestesi. Volume maksimal zat yang dapat dimasukkan melalui metode subkutan adalah 0,25 sampai 1,5 mL bergantung pada berat hewan.





BAB III
METODE KERJA

3.1        Waktu dan Lokasi
Praktikum dimulai pada 18 Oktober – 1 November 2012. Praktikum ini dilakukan selama 4 hari untuk aklimasi, dan 10 hari untuk waktu pengamatan setelah pendedahan. Lokasi di Pusat Laboratorium Terpadu Lantai 4 Lab. Biologi Dasar.

3.2       Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kandang mencit, tempat makan mencit, tempat untuk air minum mencit, timbangan analitik, timbangan presisi, pinset, wadah plastik, cawan petri, syrinx, spatula, gelas beaker, batang pengaduk atau magnetic stirrer, botol larutan, gunting bedah, pisau bedah, jarum pentul, papan bedah, dan kamera
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit (Mus muscullus), sarung tangan, aquabidestilata, CdSO4, alumunium foil, aquadest, pelet anak babi, kertas, plastik, label, tisu, dan sabun pencuci tangan.

3.3       Cara Kerja
3.3.1    Pemilihan hewan uji
            Hewan uji yang dipakai adalah Mus musculus dimana kondisi fisiknya harus sehat. Sebelum digunakan untuk pengujian Mus musculus sudah diaklimatisasi terlebih dahulu (penyesuaian dengan kondisi laboratorium) selama satu minggu. Umur reproduksi Mus musculus sudah cukup (dewasa) dimana untuk Mus musculus jantan umurnya adalah 12 minggu dan untuk Mus musculus betina umurnya adalah 10 minggu. Distribusi dari berat badan Mus musculus harus merata dengan range persentase 10-20% dan jumlah ulangan perdosis adalah (n-1) (t-1) ≥15.
3.3.2    Penentuan jumlah dosis yang digunakan untuk mencit (Mus musculus)
            Sebelum membuat larutan CdSO4 yang diperlukan adalah jumlah dosis untuk LD50. Dosis tertinggi CdSO4 diperoleh dari studi literatur penelitian sebelumnya dimana didapat sebesar dosis tertinggi = 10 mg/Kg b.b. Dosis terendah = 2,5 mg/Kg b.b dan jumlah kelompok perlakuan ada 4. Perhitungan dosis menggunakan rumus Laurence & Bacharah (1964) yaitu F=   . Setelah nilai F sudah didapat maka dosis tertinggi dibagi dengan nilai F tersebut. Hasil pembagian tersebut dibagi lagi dengan nilai F sampai batas dosis terendah.
3.3.3    Pembuatan Larutan CdSO4
Setelah perhitungan jumlah dosis didapat, dosis-dosis tersebut dikonversikan kedalam 0,1 mL/ 10 gram b.b. dan satuan hasil konversinya adalah mg/10 mL. Setelah itu praktikan harus membuat larutan stok CdSO4 yang dosisnya 10 lipat lebih pekat dari dari zat uji dengan dosis tertinggi. Pembuatan larutan stok untuk menghindari penguapan berlebih dari zat. Langkah pertama pembuatan larutan stok CdSO4 yaitu padatan CdSO4 diambil dengan menggunakan spatula dan ditimbang menggunakan timbangan analitik digital dengan memberi alas alumunium foil. Padatan CdSO4 dibungkus menggunkan alumunium foil yang sebelumnya menjadi alas pada saat penimbangan. Setelah itu CdSO4 dipindahkan dari kertas alumunium foil kedalam gelas beaker. Tuangakan akuabidestilata sesuai dengan volume hasil perhitungan sekaligus dengan membilas alumunium foil pembungkus CdSO4 untuk menghindari CdSO4 yang tersisa. Larutan tersebut diaduk dengan meggunakan batang pengaduk atau magnetic stirrer hingga terlarut dengan sempurna. Larutan stok tersebut dipindahkan kedalam botol larutan yang gelap atau ditutup alumunium foil untuk menghindari pengaruh cahaya. Larutan stok yang sudah jadi diberi label tanggal pembutan dan nama pembuat. Larutan stok disimpan didalam lemari es serta untuk menghindari ketidakakuratan konsentrasi sebaiknya jangan digunakan lebih dari satu bulan. Setelah larutan stok dibuat langkah selanjutnya adalah membuat larutan dengan berbagai macam dosis. Pembuatannya dilakukan dengan cara pengenceran menggunakan rumus                     
 V1 x M1 = V2 x M2.
3.3.4        Pendedahan dan pengamatan kondisi pada mencit (Mus muscullus).
Pendedahan dilakukan dengan cara intraperitoneal pada Mus muscullus. Pemegangan Mus muscullus harus tepat sehingga apabila disuntik Mus muscullus tidak bisa bergerak. Pemegangan Mus muscullus diusap kulitnya dari bagian dorsal sampai bagian leher lalu Mus muscullus digenggam bagian dorsalnya sampai Mus muscullus tidak bisa bergerak lagi. Penyuntikan dengan cara intraperitoneal diarahkan kebagian rongga perut dengan derajat kemiringan syrinx yaitu 450 . Tepatnya daerah penyuntikkan ditandai dengan lancarnya jarum syrinx saat masuk ke rongga perut. Pendedahan hanya dilakukan 1 kali. Setelah Mus muscullus disuntikan larutan CdSO4 lakukan pengamatan kondisi fisik Mus muscullus. Pengamatan kematian dilakukan pada jam 1, 2, 4,24, 48, 72, 96 dan pengamatan kondisi fisik setiap hari dilakukan selama 10 hari. Parameter yang diamati adalah: Kulit, rambut, mata, pernafasan, tingkah laku, motorik, tremor, salivasi, letargi, sistem saraf otonom, berat badan mencit dan berat feses. Penimbangan berat badan mencit menggunakan timbangan presisi dan penimbangan berat feses mencit menggunakan timbangan analitik digital. Penimbangan dilakukan rutin setiap hari dan dicatat hasilnya sampai 10 hari. Setiap hari alas kandang harus diganti dan mencit diberi makan yaitu pelet anak babi dan diberi minum air.
3.3.5    Pembedahan dan pengamatan organ viseral mencit (Mus muscullus)
            Sebelum pembedahan mencit harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara dislokasi pada bagian leher mencit yaitu menggunakan alat tumpul untuk menekan bagian leher dan  bagian ekor mencit ditarik sampai mencit tidak bergerak atau mati. Setelah mencit mati dilakukan pembedahan dengan menggunakan gunting bedah dimulai dari bagian anus. Organ viseral  yang diamati adalah limpa, ren, gastrum, pulmo, cor, intestinum, pankreas dan hepar. Organ tersebut dialas alumunium foil yang telah ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan analitik lalu diletakkan organ yang akan ditimbang. Setelah ditimbang amati secara makroskopis organ viseral tersebut. Organ viseral dibandingkan dengan kontrol yaitu dilihat dari warna organ, tekstur  membengkak, mengkerut atau mengeras. Foto organ viseral kontrol dengan organ viseral yang terdedah CdSO4.
3.3.6        Penentuan LD50 pada mencit (Mus muscullus)
Penentuan LD50 dapat dihitung dengan menggunakan analisa probit dilihat dari jumlah individu yang mati dan koreksi %  kematian. Nilai probit didapat dari perhitungan koreksi % kematian dan nilai probit dilihat menggunakan tabel probit. Selanjutnya dibuat pada microsoft excel grafik regesi linear dengan sumbu X= log10 dosis dan sumbu Y= nilai probit. Rumus yang didapat digunakan untuk mendapatkan nilai X. Setelah nilai X dapat maka hasil harus di antilog terlebih dahulu itulah nilai dari LD50.




3.4       Analisis data
3.4.1 Distribusi berat badan mencit
         X =  Berat rata-rata seluruh mencit
                    Jumlah seluruh mencit
Hasil X digunakan untuk distribusi berat badan mencit. Range persentase dari X adalah sebesar 10-20%.

3.4.2 Jumlah ulangan perdosis
            ( n - 1) ( t – 1 ) ≥ 15

3.4.3 Menentukan jumlah dosis
        Berdasarkan Laurence & Bacharah (1964)
            F =  
Keterangan: F = nilai koefisien
                     I = nilai dosis tertinggi per dosis terendah
                     r = jumlah kelompok perlakuan yang akan diuji (tidak termasuk kontrol) – 1
            Dosis tertinggi zat x dibagi dengan nilai F sampai menemukan beberapa dosis dan sampai batas nilai dosis terendah.

3.4.4 Menentukan LD50/LC50
         Koreksi % kematian:
            % kematian yang teramati- % kematian kontrol   x 100 %
                                    100- % kematian kontrol
            Hasil dari koreksi % kematian digunakan untuk melihat nilai probit pada tabel probit.

Contoh hasil rumus regresi linear  menggunakan Ms. Excel:
              Y = 5,045X – 4,2501
 Dengan Y = nilai probit
               X = log10
LD50 adalah antilog dari nilai X.

3.4.5 Pembuatan dosis larutan CdSO4   
        V1 x M1 = V2 x M2
Keterangan : V1 = Volume larutan 1
                     M1 = Konsentrasi larutan 1
                     V2 = Volume larutan 2
                     M2 = Konsentrasi larutan 2

















BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Paparan Logam Cd Terhadap Perubahan Berat Badan Mencit
Berdasarkan hasil pengamatan perubahan berat badan mencit selama 10 hari, di dapatkan hasil sebagai berikut :
Grafik 1. Perubahan Berat Badan Mencit
Pada grafik di atas terlihat adanya perubahan berat badan pada masing-masing kelompok dosis yang didedahkan. Grafik diatas menunjukkan nilai yang berbeda-beda selama 10 pengamatan setelah didedahkan CdSO4.  Secara umum pada dosis 2,5 mg/Kg bb. dan 6,3 mg/Kg bb. terjadi penurunan berat badan mencit, sedangkan pada dosis 4 mg/Kg bb. dan 10 mg/Kg bb. terjadi peningkatan berat badan mencit. Hal ini terjadi karena perbedaan nafsu makan akibat pengaruh dosis yang didedahkan yang berpengaruh pada organ pencernaan yang mengakibatkan kerusakan pada organ pencernaan mencit sehingga terjadi kemapuan penyerapan makanan oleh mencit.

Grafik 2. Perubahan Berat Feses Mencit
Grafik diatas menunjukkan terjadinya perubahan secara fluktuatis berat feses tiap hari antar kelompok dosis yang didedahkan. Pada dosis 0 mg/Kg bb. (kontrol), terlihat terjadi peningkatan berat feses secara signifikan pada hari ke-4 dan seterusnya. Hal ini karena mencit kelompok kontrol memiliki nafsu makan yang tinggi sehingga feses/hasil buangan metabolismenya pun juga meningkat. Sedangkan pada mencit kelompok dosis yang lain mengalami gangguan pada organ pencernaan sehingga menurunkan nafsu makan mengakibatkan feses yang dihasilkan lebih sedikit,sehingga jauh berbeda dari kontrol.
Perbedaan berat feses juga terjadi akibat tigkat toksisitas yang dihasilkan pada masing-asing konsentrasi mengakibatkan terganggunya metabolisme yang terjadi pada tubuh mencit. Pengukuran berat feses juga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara CdSO4 dengan fungsi pencernaan. Cadmium tidak diabsorpsi dengan baik, yaitu sekitar 5-8%. Namun, itu tetap lebih tinggi dibandingkan absorpsi mineraldan sulit dieliminasi dari dalam tubuh sehingga akan dideposit di dalam tubuh. Cadmium diabsorpsi dan diakumulasi. Ekskresi Cd terjadi melalui urin dan feses (Widowati,2008).
Berat feses juga berpengaruh terhadap berat badan, makin banyak feses yang dikeluarkan, maka berat badan akan semakin berkurang karena hanya sedikit makanan yang diserap akibat terganggunya system pencernaan akibat pendedahan. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil berat feses yang dikeluarkan maka semakin bertambah berat badannya. Hal ini dikarenakan penyerapan makanan oleh tubuh dapat diserap secara optimal.




















BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Nilai Lethalo Dose Cadmium Sulfat (CdSO4)/ LD50 sebesar 8,3 mg/kg bb.
2. Ada perubahan berat badan pada mencit di masing-masing kelompok perlakuan.
3. Berat feses mencit berfluktuasi.
4. Ada perubahan kondisi fisik pada mencit setelah pendedahan.
5. Ada perbedaan kondisi dan berat organ viseral pada mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
6. Konsentrasi 10 mg/kg bb sangat mempengaruhi organ viseral.











DAFTAR PUSTAKA

Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar Edisi Dua. Jakarta: UI-Press
Hrapkiewicz, K., Medina, L. and Holmes, D.D. (1998). Clinical Medicine of Small Mammals        and Primates, pp. 3–30. lowa State University Press.
Negara, Abdi. 2003. Penggunaan Analisis Probit Untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan      Spodoptera exigua Terhadap Deltametrin Di Daerah Istimewa Jogjakarta. Sulawesi     Tengah : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sulastry, feni. 2009. Uji Toskisitas Akut yang Diukur Dengan Penentuan LD50 Ekstrak Daun       Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) Terhadap Mencit BALB/C. Semarang: UNDIP
Wisaksono, Satmoko. Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan             Kimia.DirektoratPengawasan Nazaba, Ditjen POM, Departemen Kesehatan RI Jakarta.
Zhang, Lei, Voluntary oral administration of drugs in mice, Protocol Exchange, 2011. doi:             10.1038/protex.2011.236. Published online 11 May 2011

Sabtu, 20 Oktober 2012

laporan kunjungan ke lippi cibinong


LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL
PENGAMATAN MIKROSKOP SEM




new-uin-logo













Kelompok 5:
1.     Ayun Ratnasari (1110095000006)
2.     M Fazri Hikmatyar (1110095000010)   
3.     Mutia Widi Riani (1110095000016)
4.     Ega Mulya Putri (1110095000023)







PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji  syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nyalah laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini bertujuan untuk melaporkan hasil pengamatan kami tentang mikroskop SEM dalam kunjungan praktikum biologi sel ke LIPI, selain itu, selain itu penulisan laporan ini juga bertujuan untuk melengkapi nilai Biologi Sel.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Biologi Sel kami yang bernama drh. Bhintarti S. Hastari M.biomed,  Ayah dan Ibu kami yang selalu mendukung dan memberikan dorongan kepada kami, Teman-teman kami yang selalu membantu kami ketika mendapat kesulitan, dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Karena itu kami mengharapkan kritik dan sarannya, agar laporan ini menjadi lebih baik.



          Jakarta, 20 November 2011


         Tim Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan, yang sering diartikan sebagai modernisasi, menjanjikan kemampuan manusia untuk mengendalikan alam melalui ilmu pengetahuan, meningkatkan kesejahteraan materil melalui teknologi, dan meningkatkan efektifitas masyarakat melalui penerapan organisasi yang berlandaskan pertimbangan rasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dari suatu bangsa tergantung pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan penguasaan iptek pula manusia dapat melakukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah dibayangkan (Ramelan, 2008).
LIPI sebagai lembaga yang berperan dalam bidang teknologi memiliki peran dalam kemajuan bioteknologi di Indonesia. Dengan bantuan pemerintah maupun pihak asing, LIPI memiliki alat-alat yang canggih dan modern untuk dapat mendukung penelitian yang dilakukan dalam rangka pengembangan dan inventarisasi keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah mikroskop SEM.
Keterbatasan alat yang dimiliki oleh Pusat Laboraturium Terpadu UIN Jakarta untuk memberikan pengetahuan tentang mikroskop SEM, membuat kami melakukan kunjungan ilmiah ke LIPI untuk dapat melihat secara langsung dan mengetahui cara menggunakan alat tersebut.
1.2   TUJUAN KUNJUNGAN
  1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang mikroskop SEM dan cara menggunakannya.
  2. Agar lebih memahami serta dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan secara teori dan praktek. 
  3. Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan Mahasiswa dalam bidang Biologi.
  4. Mendapatkan gambaran aplikatif mengenai mikroskop SEM.
  5. Untuk mendapatkan bekal pengetahuan dalam bidang laboratorium di dalam lingkungan kerja.



BAB II
PROFIL INSTITUSI OBYEK KUNJUNGAN ILMIAH 

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
1.       Sejarah
Kegiatan ilmiah di Indonesia dimulai pada abad ke-16 oleh Jacob Bontius, yang mempelajari flora Indonesia dan Rompius dengan karyanya yang terkenal berjudul Herbarium Amboinese. Pada akhir abad ke-18 dibentuk Bataviaasch Genotschap van Wetenschappen. Dalam tahun 1817, C.G.L. Reinwardt mendirikan Kebun Raya Indonesia (S\'land Plantentuin) di Bogor. Pada tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Natuurwetenschappelijk Raad voor Nederlandsch Indie. Kemudian tahun 1948 diubah menjadi Organisatie voor Natuurwetenschappelijk onderzoek (Organisasi untuk Penyelidikan dalam Ilmu Pengetahuan Alam, yang dikenal dengan OPIPA). Badan ini menjalankan tugasnya hingga tahun 1956.
Pada tahun 1956, melalui UU no. 6 tahun 1956 pemerintah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dengan tugas pokok:
  1. Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.
Kemudian pada tahun 1962 pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI didalamnya dengan tugas tambahan: membangun dan mengasuh beberapa Lembaga Riset Nasional. Dan tahun 1966 pemerintah mengubah status DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).
Pada bulan Agustus 1967 pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK Presiden RI no. 128 tahun 1967, kemudian berdasarkan Keputusan MPRS no. 18/B/1967 pemerintah membentuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI, dengan tugas pokok sebagai berikut:
  1. Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
  2. Mencari kebenaran ilmiah di mana kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
  3. Mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (sejak 1991 tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keppres no. 179 tahun 1991).
Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi lembaga-lembaga ilmiah di Indonesia telah pula mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mengadakan peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi LIPI sesuai dengan tahap dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka Keppres no. 128 tahun 1967, tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres no. 43 tahun 1985, dan dalam rangka penyempurnaan lebih lanjut, tanggal 13 Januari 1986 ditetpkan Keppres no. 1 tahun 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan terakhir dengan Keppres no. 103 tahun 2001















BAB III
HASIL KUNJUNGAN ILMIAH


A.      Pengamatan Mikroskop SEM
·         Perkenalan Alat Mikroskop SEM
                Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang gambar  permukaan sampel dipindai dengan menggunakan sinar elektron berenergi tinggi dalam pola pemindai pixel. Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) adalah microscope yang menggunakanhamburan elektron dalam membentuk bayangan Elektron berinteraksi dengan atom-atom yang membentuk sampel menghasilkan sinyal yang berisi informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat-sifat lain seperti konduktivitas listrik. Alat ini memiliki banyak keuntungannya jika dibandingkan dengan menggunakanmikroskop cahaya. SEM menghasilkan bayangan dengan resolusi yang tinggi, yang maksudnya adalah pada jarak yang sangat dekat tetap dapat menghasilkan perbesaran yangmaksimal tanpa memecahkan gambar. Persiapan sampel relatif mudah. Kombinasi dari perbesaran kedalaman jarak focus, resolusi yang bagus, dan persiapan yang mudah, membuat SEM merupakan satu dari alat-alat yang sangat penting untuk digunakan dalam penelitian saat ini

Gambar 3.1 Mikroskop SEM LIPI Cibinong
·         Sejarah Mikroskop SEM
Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu Mikroskop pemindai elektron (Scanning Electron Microscope-SEM) ini. Publikasi pertama kali yang mendiskripsikan teori SEM dilakukan oleh fisikawan Jerman dR. Max Knoll pada 1935, meskipun fisikawan Jerman lainnya Dr. Manfred von Ardenne mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian disebut SEM hingga tahun 1937. Mungkin karena itu, tidak satu pun dari keduanya mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan itu.
Pada 1942 tiga orang ilmuwan Amerika yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin , Dr. James Hillier, dan Dr. Snijder, benar-benar membangun sebuah mikroskop elektron metode pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau magnifikasi 8.000 kali. Sebagai perbandingan SEM modern sekarang ini mempunyai resolusi hingga 1 nm atau pembesaran 400.000 kali. Mikroskop elektron cara ini memfokuskan sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek.
·         Cara Kerja Mikroskop SEM
a.       Sumber  Elektron
Elektron disemburkan dari sebuah filament, yang dibuat dari bermacam-macam material, salah satunya adalah Tungstein hair pin gun. Filamen ini adalah sebuah looptungsten yang berfungsi sebagai katoda. Sebuah tegangan diberikan kepada loop, yang menyebabkan  loop menjadi panas. Sebuah anode, yang bermuatan lebih positif daripada filament, dipasang sedemikianrupa, sehingga keadaan demikian membuat elektron memiliki gaya yang sangat kuat. Hal iniakan mengakibatkan elektron dipercepat menuju anoda. Sebagian elektron yang dipercepatmenerobos lubang pada anoda sebagai pancaran elektron (electron beam). Beberapa contohfilamen antara lain : Lanthanum Hexaboride filaments and field emission guns.
Sumber gambar: http://www.scribd.com/Mikroskop-Pemindai-Elektron-Sem
b.      Dalam Lensa Silinder Magnetik
Sumber gambar: http://www.scribd.com/Mikroskop-Pemindai-Elektron-Sem



c.       Jalan Berkas Cahaya Yang Melewati Kolom
Suatu berkas elektron dihasilkan dalam senapan elektron, yang terletak di bagian atas kolom yang digambarkan disebelah kiri. Berkas ini tertarik melalui anoda, dikodensasikan dengan lensa kondensor, dan terfokus sebagai titik yang sangat tepat pada sampel oleh lensa objektif. Kumparan pemindai diberi energi (dengan memvariasikan tegangan yang dihasilkan oleh generator pemindai) dan menciptakan medan magnet yang membelokkan berkas bolak-balik dalam pola terkontrol. Tegangan yang berbeda-beda juga diterapkan pada kumparan di sekeliling leher tabung sinar katoda (crt) yang menghasilkan cahaya yang dibelokkan dengan pola bolak-balik di permukaan crt. Pola defleksi dari berkas elektron adalah sama dengan pola defleksi dari titik terang di crt.






d.      Preparasi sampel
Gambar 3.1  LIPI Cibinong
Scanning elektron mikroskop biasanya dilakukan dalam vakum tinggi, karena campur tangan molekul gas dengan berkas elektron dan dengan elektron sekunder dan backscattered dipancarkan digunakan untuk pencitraan. Ada contoh-contoh tertentu ketika sebuah vakum rendah atau lingkungan SEM dapat digunakan, atau diharuskan, tetapi instrumen ini tentu trade off resolusi untuk dapat bekerja dengan gas dalam ruang sampel.
Spesimen untuk SEM harus siap untuk lingkungan pencitraan tinggi-vakum. Prosedur persiapan tergantung pada kedua sampel yang diperiksa dan tujuan penelitian. Spesimen biologi, seperti sel-sel dan jaringan jaringan atau komponen, pertama harus tetap mempertahankan struktur asli mereka. Beberapa contoh, seperti jaringan keras seperti tulang atau gigi, dan organisme dengan exoskeleton sulit, seperti beberapa arthropoda, dapat dipelajari tanpa persiapan, tetapi ini adalah pengecualian.
A.      Preparasi spesimen (padat) – SEM (proses pada suhu 40  C)
1.       Cleaning (pembersihan)
Sampel direndam dala caccodylate buffer kurang lebih 2 jam, agitasi dalam “ultrasonic cleaner” selama 5 menit.
2.       Prefiksasi
Sampel dimasukkan kedalam larutan glutaraldehyde2,5% beberapa jam selama 2 hari.

3.       Fiksasi
Fiksasi ini dilakukan baik dengan cara kimia atau fisik. Fiksasi kimia adalah standar dengan yang kebanyakan orang yang akrab, dan biasanya menggunakan formalin atau glutaraldehida dari berbagai persen konsentrasi dalam buffer pH tertentu dan osmolaritas. Fiksasi fisik mungkin oleh panas (seperti mendidih telur), tetapi lebih sering dilakukan dengan pembekuan. Freeze-fiksasi (= cryofixation) dilakukan dalam beberapa cara berbeda, tapi cara terbaik adalah dengan terjun spesimen menjadi nitrogen lumpur - nitrogen cair didinginkan sampai titik beku - atau dengan tekanan tinggi beku.
Fiksasi sampel dilakukan dengan cara direndam tannic acid  2% selama 6 jam dalam beberapa hari, kemudian dicuci dengan caccodylate buffer selama 5 menit sebanyak 4 kali.
4.       Dehidrasi
Sampel terhidrasi, seperti kebanyakan spesimen biologi dan beberapa bahan, pertama harus dehidrasi sebelum menempatkan spesimen dalam ruang sampel SEM. Hal ini biasanya dilakukan dengan melewatkan spesimen melalui serangkaian bergradasi etanol-air campuran untuk EtOH 100%, dan kemudian pengeringan sampel dengan metode kritis-point.Freeze-tetap sampel juga dapat beku-kering (tetapi tidak dalam lyophilizer a). Rincian yang berbeda fiksasi, dehidrasi, dan prosedur pengeringan, seberapa besar sampel shoud, dan seterusnya, semua tergantung pada sampel dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Silahkan merasa bebas untuk membuat janji dengan staf BBPIC untuk konsultasi tanpa biaya pada persiapan spesimen sebelum memulai pengamatan.
5.       Teknik Pelapisan dengan Emas

Jika tujuan analisa bukan untuk memperoleh spektrum sinar-x, emas adalah bahan pelapis yang sering digunakan untuk melapisi sampel non- konduktor. Gambar 13memperlihatkan secara skematik apa yang disebut sebagai sputtering. Alat ini terdiri dari power supply D.C yang diatur antara 1 sampai 3 kv, dihubungkan seperti pada gambar 13,kutub positif ke lempengan emas dan kutub negatif ke sampel. Semua system ini ditaruh diruang vakum yang dihubungkan dengan pompa vakum. Bila kita masukan ke dalam vakumgas seperti argon, atom argon ini akan menumbuk lempengan emas dan karenanya atom emas.
B.      Pengamatan Hewan di Museum Zoologicum Bogoriense
Selain untuk melihat secara langsung mikroskop SEM, pada kunjungan kami kali ini ke LIPI, kami juga berkesempatan untuk mengamati koleksi yang ada di museum yang terdapat disana. Koleksi hewan di MBZ (Museum Zoologicum Bogoriense) mencapai 2,6 juta spesimen dari 17.182 jenis hewan yang ada. Jenis koleksi terbagi menjadi 7 kelompok utama kurotorial, yaitu Mamalia, Burung, Ikan, Herpet (reptilia dan amfibi), Moluska, termasuk hewan invertebrata lain seperti Crustacea dan Arthropoda lainnya, dengan koleksi terbesar adalah hewan jenis serangga. Disamping koleksi ilmiah, MBZ juga menyimpan koleksi type atau “masterpeace” yang berjumlah 5.145 nomor. Koleksi didapat dari berbagai daerah di Indonesia maupun dari luar negeri.
Gambar 3.2 contoh koleksi serangga yang ada di MBZ








BAB IV
PENUTUP

Kegiatan Kunjungan Ilmiah  merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat untuk diikuti oleh Mahasiswa jenjang S1 dalam rangka menyelesaikan pendidikannya. Kegiatan Kunjungan Ilmiah  merupakan bentuk kerja lapangan yang berfungsi untuk menambah ketrampilan dan kemampuan dari pesertanya dalam mengaplikasikan teori– teori yang telah dipelajari di bangku universitas untuk dikembangkan dan diterapkan serta dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Sehingga dalam rangka pelaksanaan kegiatan Kunjungan Ilmiah  perlu dipersiapkan dengan baik mulai dari perencanaan, menetapkan obyek Kunjungan Ilmiah, persiapan, administrasi dan perijinan hingga pada penyusunan Kunjungan Ilmiah. Sehingga setelah mengikuti kegiatan Kunjungan Ilmiah, Mahasiswa benar–benar mendapatkan tambahan ketrampilan dan pengatahuan terapan yang nyata. Selain itu kegiatan Kunjungan Ilmiah  ini juga berfungsi untuk meningkatkan kerja sama antara pihak Universitas dengan instansi obyek Kunjungan Ilmiah . Hal ini akan menjadi momen untuk saling meningkatkan kualitas antara pihak Universitas dan instansi obyek yang dijadikan tujuan Kunjungan Ilmiah  dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan kegiatan Kunjungan Ilmiah  juga akan memberikan bekal ketrampilan yang nyata kepada Mahasiswa dalam mengaplikasikan teori– teori yang didapatnya dibangku kuliah.




Daftar Pustaka
Ramelan, Rahardi. 2008. Teknologi Masyarakat. Lubung Agung. Bandung
http://www.biologi.lipi.go.id diakses pada tanggal 21/12/2011