LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI
TERESTRIAL
Pengamatan Ekosistem
Norma
Sulistianingsih (1110095000002)
Hartadi
Wiryawan (1110095000007)
Robby
Dzulumam (1110095000008)
Mutia Widi Riani
(1110095000016)
Alfan Farhan Rijaluddin (1110095000017)
Ega
Muliya Putri (1110095000023)
Febriati
Laila Saadah (1110095000030)
Kelompok :
2 (Dua)
Kelas :
Biologi 4 A
Tanggal Praktikum : 10 Oktober 2012
Tanggal Pengumpulan : 16 Oktober 2012
PROGRAM
STUDI BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem
yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme
dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik
tertentu dan terjadi suatu siklus materi
antara organisme dan anorganisme.
Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Organisme dalam
komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu
sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya
organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
Ekologi ekosistem mempelajari hubungan antara
organisme dengan lingkungan fisiknya sebagai satu kesatuan sistem. Ekologi
terrestrial memfokuskan studi pada interaksi yang terjadi di ekosistem
terrestrial atau daratan. Ekosistem terrestrial mencakup berbagai macam tipe
ekosistem di daratan seperti hutan, padang rumput, sawah dan lain sebagainya.
Ekologi ekosistem juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi dan
mengontrol komponen (pools) dan aliran (fluxes) materi dan energi pada suatu
sistem ekologi. Materi ini meliputi karbon, air, nitrogen, mineral bbebatuan
dan bahan kimia baru seperti pestisida dan radionuklida yang dimasukkan ke
lingkungan. Materi ini dijumpai pada dua komponen (pools), yaitu komponen
biotik (biotic pools) dan komponen abiotik (abiotic pools). Komponen biotik
meliputi tanah, bebatuan, air serta atmosfer. Seluruh proses yang berlangsung
dalam suatu ekosistem melibatkan transfer energi dan materi dari satu komponen
ke komponen lainnya.
1.2.Tujuan
- Mengamati komponen-komponen biotik dan abiotik pada beberapa ekosistem.
- Menganalisis aliran materi dan energi yang terjadi beserta proses-proses ekologis yang berlangsung pada masing-masing ekosistem.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep ekosistem merupakan konsep
yang luas dalam pandangan atau pemikiran ekologi yang penekanannya pada
hubungan wajib, ketergantungan, hubungan sebab musabab, yang berupa perangkaian
komponen-komponen untuk membentuk satuan-satuan fungsional (Odum, 1996). Menurut
undang-undang lingkungan hidup (UULH, 1982) ekosistem merupakan tatanan
kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap umur lingkungan hidup yang
saling mempengaruhi. Terdapat makhluk hidup dan lingkungannya didalam ekosistem.
Makhluk hidup terdiri dari tumbuhan, hewan, serta manusia. Sedangkan lingkungan
adalah segala sesuatu yang berada diluar induvidu. Menurut UULH (1982) bahwa
lungkungan hidup merupakan kesatuan dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup yang termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia beserta
makhluk hidup lainnya (Zoer’aini, 1992).
Ekosistem adalah suatu ruang atau
suatu unit organisasi yang meliputi organisme hidup dan substansi tak hidup
yang berinteraksi menghasilkan suatu pertukaran materi antara bagian hidup dan
tak hidup (Southwick, 1972). Ekosistem merupakan tingkat organisasi paling
tinggi diatas komunitas, atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan
lingkungannya dimana terjadi antar hubungan. Untuk mendapatkan materi dan
energi yang di perlukan untuk hidupnya, semua komunitas tergantung pada
lingkungan abiotiknya. Organisme produsen memerlukan cahaya, energi,
oksigen,air, dan garam- garam yang semuanya di ambil dari lingkungan abiotik.
Energi dan materi dari konsumen tingkat pertama di teruskan ke tingkat kedua
dan seterusnya melalui jaring-jaring makanan. Materi dan energi berasal dari
lingkungan abiotik dan akan kembali ke abiotik. Dalam hal ini komunitas dalam
lingkungannya (abiotik) merupakan suatu ekosistem. Jadi konsep ekositem
berdasarkan semua hubungan antar komunitas dan lingkungan abiotiknya (Odum,
1996).
Suatu ekosistem meliputi populasi, komunitas, habitat dan
lingkungan dan dengan khusus menunjukkan pada interaksi dinamis dari semua
bagian dari lingkungan dan dengan khusus menunjukkan pada interaksi dinamis
dari semua bagian dari lingkungan, terutama terfokus pada interaksi dinamis
dari semua bagian dari lingkungan dan dengan khusus menunjukkan pada interaksi
dinamis dari semua bagian dari lingkungan, terutama terfokus pada pertukaran
materi antara bagian hidup dan tidak hidup (Southwick, 1972).
2.1
Komponen dan Faktor Ekosistem
2.1.1. Komponen-komponen ekosistem antara lain adalah:
a. Senyawa-senyawa
anorganik (C, N, CO2, H2O, O2, dan sebagainya)
yang terlibat didalam daur-daur bahan.
b. Senyawa-senyawa
organik (protein, karbohidrat, lemak, dan sebagainya) yang menghubungkan biotik
dan abiotik.
c. Rezim
iklim (temperatur dan faktor-faktor fisik lainnya).
d. Produsen-produsen,
organisme-organisme autotrofik, sebagian besar tumbuhan hijau yang mampu
membuat makanan dari senyawa anorganik sederhana
e. Makrokonsumen
atau fagotrof-fagotrof organisme-organisme heterotrofik, terutama
binatang-binatang yang mencernakan organisme-organisme lain atau
butiran-butiran bahan organik, mikrokonsumen sapotrof-sapotrof atau osmotrof,
organisme heterotrofik terutama bakteri dan cendawan yang merombak
senyawa-senyawa kompleks dari protoplasma mati, menghisap sebagian besar dari
hasil perombakan , dan melepaskan bahan makanan anorganik yang dapat digunakan
oleh produsen bersama-sama dengan senyawa-senyawa organik yang memberikan atau
menyediakan sumber energi atau yang mungkin menghambat atau merangsang komponen
biotik lainnya dari ekosistem (Odum, 1993).
2.1.2.
Berdasarkan fungsinya terutama dari segi makanan, suatu ekosistem memiliki dua komponen antara lain :
- Komponen autotropik (auto= sendiri, tropikos=menyediakan makanan) yaitu organisme yang mmpu menyediakan dan mensintesis makanannya sendiri yang berupa bahan organik dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil (autotropik) dan energi reaksi kkimia (khemo autotropik). Karena itu semua organisme yang mengandung klorofil di sebut organisme autotropik.
- Komponen heterotropik, yaitu organisme yang mampu memanfaatkan hanya bahan-bahan organik sebagai bahan makanannya, yang telah disentesis dan di sediakan oleh organisme lain.
2.1.3. Ditinjau dari segi penyusunnya atau struktur
fungsionalnya, ekosistem dapat di bedakan menjadi
4 komponen , yaitu :
- Bahan tak hidup (abiotik) yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari air, tanah, udara, sinar matahari dan sebagainya dan merupakan medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Menurut Odum (1996), memisahkan komponen ini menjadi :
- Senyawa anorganik (C, N, CO2, H2O, dan sebagainya)
- Senyawa organik (protein, karbohidrat, dan sebagainya)
- Regim iklim
- Produsen yaitu organisme-organisme autotropik sebagian besar tumbuhan berklorofil yang mampu mensintesis makanan dan bahan anorganik ayng sederhana, termasuk mikroorganisme yang mampu melaksanakan khemosintesis.
- Konsumen, terutama makrokonsumen atau fagotrof-fagotrof berupa organisme –organisme heterotrofik, terutama binatang-binatang yang makan atau mencernakan organisme – organisme lain (Odum, 1996).
- Pengurai
Perombak
atau dekomposer yaitu organisme heterotropik yang berupa bakteri dan jamur yang menguraikan atau merombak senyawa-
senyawa kompleks dari protoplasma mati menyerap
sebagian dari hasil perombakan itu dan melepaskan bahan-bahan anorganik sederhana untuk di pakai produsen (Southwick,
1972).
2.2.
Interaksi didalam Ekosistem
Menurut Odum (1993), rantai makanan
merupakan energi pangan sumber daya didalam tumbuh-tumbuhan melalui suatu seri
organisme dengan diulang-ulang dimakan dan memakan Rantai makanan menggambarkan
perpindahan energi biomassa secara garis lurus. Dalam alam terjadi perpindahan
energi yang lebih rumit karena berliku-likunya kita sebut sebagai jaring-jaring
makanan. Jaring-jaring makanan dapat pula diartikan sebagai rantai makanan yang
bercabang-cabang (Dwidjoseputro, 1991).
Pada
hakikatnya, setiap makhluk hidup di dalam suatu ekosistem merupakan sumber
materi dan energi bagi makhluk hidup lainnya. Suatu kenyataannya bahwa setiap
jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya. Akibat
dari semua itu maka di dalam suatu ekosistem, rantai-rantaimakanan itu akan
saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi
jaring-jaring. Itulah sebabnya disebut jaring-jaring makanan. Piramida
EkologiStruktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk
piramidaekologi. Ada 3 jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa,
dan piramida energi
2.2.1.
Piramida jumlah
Organisme dengan tingkat trofik
masing - masing dapat disajikan dalam piramida jumlah, seperti kita Organisme
di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah, sedangkan organisme di
tingkat
2.2.2.
Piramida biomassa
Seringkali piramida jumlah yang
sederhana kurang membantu dalam memperagakan aliran energi dalam ekosistem.
Penggambaran yang lebih realistik dapat disajikan dengan piramida biomassa.
Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu tertentu. Untuk
mengukurbiomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di tiap tingkat
harus diukur kemudian barulah jumlah organisme pada setiap tingkat
diperkirakan. Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh
organisme di habitat tertentu, dan diukur dalam gram. Untuk menghindari
kerusakan habitat maka biasanya hanya diambilsedikit sampel dan diukur,
kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan
didapat informasi yanglebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.
2.2.3.
Piramida energi
Seringkali piramida biomassa tidak
selalu memberi in formasiyang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain
dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam
waktuyang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran palingakurat tentang
aliran energi dalam ekosistem.Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah
energiberturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik.
Gambar 2.1 Jaring-Jaring Makanan
2.3 Aliran Energi
Kedalam ekosistem selalu masuk energi yang berupa sinar dari
matahari. Dalam proses fotosintesa sebagian besar dari energi tersaebut menjadi
energi kimia yang terkandung daalm materialorganik yang membentuk biomas. Seluruh
energi matahari yang sampai pada ekosistem hanya sebagian kecil yang dapat
ditransfer menjadi hasil asimilasi, yang disebut hasil asimilasi total. Dari
seluruh asimilasi total ini sebagian akan dipakai untuk respirasi dari produsen
sendiri, sisanya akan menjadi biomass.
Tidak semua makanan yang dimakan
oleh organisme dapat diubah menjadi biomas, karena sebagian akan dipakai untuk
respirasi. Efisiensi transfer energi dari satu tingkat trofik ketingkat trofik
berikutnya rata-rata 10%- 20%. Jadi dalam ekosistem energi dari produsen lebih
besar dari konsumen primer,konsumen primer lebih besar dari konsumen sekunder,
dan seterusnya.
2.3.1.
Siklus Biogeokimia
Telah dipahami bahwa berfungsinya
ekosistem tergantung pada sirkulasi dan nutrisi. Apabila nutrisi tidak
tersirkulasikan, maka suplai yang telah terjadi akan sia-sia dan pertumbuhan
menjadi terbatas. Begitu pentingnya permasalahan ini, beberapa penelitian telah
dilakukan untuk menentukan jalannya siklus nutrisi ini. Berbeda dengan energi,
materi kimia yang berupa unsur-unsur penyusun bahan organik/nutrisi dalam
ekosistem, berpindah ke trofik-trofik rantai makanan tanpa mengalami
pengurangan, melainkan berpindah kembali ke tempat semula. Unsur-unsur tersebut
masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah atau air. Perpindahan
unsur kimia dalam ekosistem melalui daur ulang yang melibatkan komponen biotik
dan abiotik ini dikenal dengan sebutan daur biogeokimia. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan antara komponen biotik dengan abiotik dalam suatu ekosistem. Siklus biogeokimia meliputi
: siklus air, siklus sulfur, siklus pospor, siklus nitrogen, Siklus karbon dan
oksigen.
a.
Siklus air
Semua organisme
hidup memerlukan air untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu,
ketersediaan air di lingkungan sangat mutlak bagi organisme hidup. Hewan
mengambil air, langsung dari air permukaan, tumbuhan dan hewan yang dimakan,
sedangkan tumbuhan mengambil air dari air tanah dengan menggunakan akarnya.
Manusia menggunakan sekitar seperempat air tanah yang ada di daratan. Air
keluar dari hewan dan manusia berupa urin dan keringat, sedangkan pada tumbuhan
melalui proses transpirasi.
b.
Siklus sulfur (Belerang)
Sulfur
merupakan bahan penting untuk pembuatan semua protein dan banyak terdapat di
kerak bumi. Tumbuhan
mengambil sulfur dalam bentuk dari tanah, sedangkan hewan dan manusia
mendapatkannya dari tumbuhan yang mereka makan. Perhatikan skema daur sulfur di
samping ini.
c.
Siklus fosfor
Fosfor merupakan unsur kimia yang
jarang terdapat di alam dan merupakan faktor pembatas produktivitas ekosistem,
serta merupakan unsur yang penting untuk pembentukan asam nukleat, protein, ATP
dan senyawa organik vital lainnya. Fosfor satu-satunya daur zat yang tidak
berupa gas, sehingga daurnya tidak melalui udara. Sebagian besar fosfor
mengalir ke laut dan terikat pada endapan di perairan atau dasar laut. Begitu
sampai di laut hanya ada dua mekanisme untuk daur ulangnya ke ekosistem darat,
salah satunya melalui burung-burung laut yang mengambil fosfor melalui rantai
makanan laut dan mengembalikan ke darat melalui kotorannya kemudian masuk ke
rantai makanan. Perhatikan skema daur fosfor di samping ini.
d.
Siklus Nitrogen
Semua organisme
memerlukan unsur nitrogen untuk pembentukan protein dan berbagai molekul
organik esensial lainnya. Unsur nitrogen sebagian besar terdapat di atmosfer
dalam bentuk gas nitrogen (N2) dan kadarnya 78% dari semua gas di atmosfer. Gas
nitrogen ini di atmosfer masuk ke dalam tanah melalui fiksasi nitrogen oleh
bakteri (Rhizobium, Azotobacter, Clostridium), alga biru (Anabaena, Nostoc) dan
jamur (Mycorhiza) nitrogen yang masuk ke tanah melalui fiksasi diubah menjadi
amonia (NH3) oleh bakteri amonia. Proses penguraian nitrogen menjadi amonia
disebut amonifikasi. Nitrogen yang masuk ke tanah bersama kilat dan air hujan berupa
ion nitrat (NO3−), sedangkan nitrogen yang ada di dalam tubuh tumbuhan dan akan
hewan melalui proses mineralisasi oleh bakteri pengurai menjadi amonia. Amonia
yang dihasilkan melalui proses amonifikasi dan mineralisasi oleh bakteri nitrit
(nitrosomonas dan nitrosococcus) dirombak menjadi ion nitrit (NO2−),
selanjutnya ion nitrit dirombak bakteri nitrat (nitrobacter) menjadi ion nitrat
(NO3−). Perombakan amonia menjadi ion nitrit, ion nitrit menjadi ion nitrat
disebut nitrifikasi. Tumbuhan umumnya menyerap nitrogen dalam bentuk ion
nitrat, sedangkan hewan mengambil nitrogen dalam bentuk senyawa organik
(protein) yang terkandung pada tumbuhan dan hewan yang dimakan. Sebagian ion
nitrat dirombak oleh bakteri denitrifikasi (Thiobacillus denitrificans, Pseudomonas
denitrificans) menjadi nitrogen. Nitrogen yang dihasilkan akan kembali ke
atmosfer. Proses penguraian ion nitrat menjadi nitrogen disebut denitrifikasi.
e.
Siklus karbon dan oksigen
Unsur karbon di
atmosfer dalam bentuk gas karbon dioksida (CO2), sedangkan unsur oksigen dalam
bentuk gas oksigen (O2). Konsentrasi (CO2) di atmosfer diperkirakan 0,03%.
Karbon dioksida masuk ke dalam komponen biotik melalui organisme fotoautotrop
(tumbuhan hijau) dan kemoautotrop (bakteri kemoautotrop) dalam proses
fotosintesis dan kemosintesis. Karbon kemudian tersimpan sebagai zat organik
dan berpindah melalui rantai makanan, respirasi dan ekskresi ke lingkungan.
Sedangkan, oksigen (O2) masuk ke komponen biotik melalui proses respirasi untuk
membakar bahan makanan, lalu dihasilkan karbon dioksida (CO2). Daur karbon
berkaitan erat dengan daur oksigen di alam kita ini.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan waktu penelitian
Praktikum
Ekologi Terestrial dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 Oktober 2012 pukul
07.30 WIB sampai pukul 09.00 WIB di tiga lokasi berbeda:
1.
Ekosistem A: Lahan kosong depan UMJ
(Universitas Muhammadiyah Jakarta)
2.
Ekosistem B: Sekitar lapangan bola UMJ
3.
Ekosistem C: Halaman kebun warga di
sekitar UMJ
3.2
Alat dan Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanah sekitar UMJ, air, dan aquades.
Alat–alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah, lux meter, anemometer,
thermometer, sling psychrometry, soil tester, core sampler, jangka
sorong, pita meteran, klinometer,botol aquades dan ATK.
3.3
Cara kerja
Diamati
tiga ekosistem terestrial yang telah ditentukan yaitu : lahan kosong depan UMJ
(Universitas Muhammadiyah Jakarta) bawah, daerah sekitar lapangan bola UMJ, dan
halaman kebun warga di sekitar UMJ. Dicatat komponen-komponen abiotik dan
biotik yang terdapat pada masing-masing ekosistem. Hasil pengamatan
ditabulasikan pada tabel pengamatan. Berikut merupakan cara kerja beberapa alat
yang digunakan untuk melakukan pengamatan faktor abiotik:
Faktor
Abiotik yang perlu diukur :
1.
Kelembaban Udara
Percobaan ini dilakukan
dengan menggunakan alat sling phychrometry. Cara menggunakannya adalah:
kain yang terdapat pada salah satu bagian termometer dibasahi dan biarkan
termometer yang lain tetap kering. Diputar sling selama 3 menit dengan posisi
jauh dari tubuh sehingga termometer membaca suhu udara bukan suhu tubuh. Hasil
pengukuran pada kedua termometer dibaca sebagai suhu kering dan suhu basah.
Dimasukkan nilai suhu kering dan selisih antara suhu basah dan suhu kering tersebut
ke dalam tabel.
2.
Intensitas Cahaya
Pada percobaan ini
digunakan alat Luxmeter.Cara penggunaan Lux meter adalah sebagai berikut:
Ditekan tombol On untuk menyalakan alat. Sebelum digunakan, dilakukan kalibrasi
(tergantung tipe alat) terlebih dahulu dengan cara: Dibiarkan sensor cahaya
tetap tertutup kemudian dipilih range pengukuran melalui tombol ”range switch”.
Stelah itu tekan tombol ’Zero’ sehingga layar menunujukan nilai 0. Penutup
sensor cahaya kemudian dibuka untuk melakukanpengukuran. Pengukuran dilakukan
dengan menghadapkan sensor pada sumber cahaya yang akan diukur kemudian nilai
intensitas cahayanya adalah bacaan yang tetera pada layar.
3.
pH Tanah
Salah satu cara yang
praktis untuk pengukuran pH di lapangan adalah menggunakan soil tester
yang banyak dijual di toko peralatan pertanian. Cara penggunaannya adalah
dengan ditancapkan keseluruhan sensor (probe) soil tester ke dalam tanah
dan pH lansung dapat terbaca. Setelah dipakai, probe segera dibersihkan bagian
sensor dari bekas-bekas tanah dengan air akuades.
4.
Temperatur Tanah
Pengukuran suhu tanah
mempergunakan termometer. Cara penggunaanya adalah mula-mula lubang dengan
diameter yang sama dengan termometer dibuat
terlebih dahulu kemudian termometer dimasukkan ke dalamnya. Dibiarkan
termometer berada di tanah selam kurang lebih 3 menit sebelum suhunya dicatat.
5.
Temperatur Udara
Pengukuran suhu udara
mempergunakan termometer. Cara penggunaanya adalah dengan menggantungkan
termometer di udara tanpa bersentuhan dengan tanah dan benda apapun. Dibiarkan
termometer berada di udara selama kurang lebih 3 menit sebelum suhunya dicatat.
6.
Kecepatan Angin
Pengukuran kecepatan
angin menggunakan alat Anemometer. Cara penggunaannya adalah dengan
membuka besi kunci baling, kemudian Anemometer di angkat tinggi di atas
kepala menggunakan tangan dan dicari arah angin yang dapat memutar
baling-baling Anemometer searah jarum jam. kemudian diamati dan dicatat kecepatan angin
per satuan waktu pengamatan.
7.
Perkolasi Tanah
Perkolasi adalah gerakan air ke
bawah dari daerah tak jenuh (antara permukaan tanah sampai ke permukaan air
tanah) ke dalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan air tanah). Sedangkan
Daya Perkolasi adalah laju perkolasi (Pp) yaitu laju perkolasi maksimum yang
dimungkinkan dengan besar yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam daerah tak
jenuh. Pengukuran perkolasi tanah adalah dengan menggunakan core sampler.
Mekanismenya adalah dengan membandingkan volume air dengan lama waktu yang
dibutuhkan oleh tanah untuk menyerap air dari core sampler hingga kering.
Faktor
biotik yang perlu diukur:
1.
Persentase Kanopi
2.
Ketinggian Vegetasi
3.
Kerapatan Vegetasi
4.
Spesies Tubuhan Bawah
5.
Spesies Pohon
6.
Tanda-Tanda Hewan
7.
Organisme Tanah
8.
Burung
9.
Aktivitas Manusia
Luas
suatu kanopi suatu vegetasi dapat mempengaruhi mikroklimate di sekitar
ekosistem tersebut. Sehingga suatu
ekosistem dengan ekosistem lain bisa berbeda karena adanya perbedaan
mikroklimate yang dibuat oleh vegetasi. Burung merupakan salah satu dari banyak
konsumen primer yang memiliki fungsi sebagai pemangsa tingkat satu yang memakan
produsen primer (tumbuhan). Populasi yang hidup pada suatu habitat dalam
lingkungan, dapat memenuhi kebutuhannya karena lingkungan mempunyai kemampuan
untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kemampuan lingkungan mempunyai batas,
sehingga apabila keadaan lingkungan berubah maka daya dukung lingkungan juga
berubah. Manusia mampu memodifikasi komunitas alami dan mengubah daya
dukungnya.
Vegetasi
memiliki pengaruh penting dalam suatu ekosistem dimana produksi primer dari
suatu ekosistem dihasilkan dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh
tumbuhan hijau dengan pengikatan energi yang berasal dari sinar matahari.
Proses ini sangat penting dimiliki suatu ekosistem untuk terus eksis. Dimana
vegetasi memiliki fungsi sebagai produsen primer yang merupakan makanan bagi
konsumen primer, dan dimulai dari jaring makanan kecil ini akan menciptakan
suatu ekosistem yang kompleks yang terbentuk dari berbagai macam produsen dan
konsumen, mulai dari konsumen tingkat I sampai konsumen tingkat II atau III . Menurut
Irwan (1992), perbedaan ekosistem satu dengan lainnya dapat ditentukan oleh:
1.
Jumlah dan jenis organisme produsen.
2.
Jumlah dan jenis organisme konsumen.
3.
Jumlah dan keanekaragaman
mikroorganisme.
4.
Jumlah dan macam komonen abiotik.
5.
Kompleksitas interaksi antar komponen.
6.
Berbagai proses yang berjalan dalam
ekosistem.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengamatan
kali ini menggunakan tiga ekosistem berbeda yaitu di kawasan Universitas
Muhammadiyah Jakarta (UMJ) yang dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB. Ekosistem
pertama terlihat memiliki keanekaragaman organisme paling tinggi yang
didominasi oleh tumbuhan bawah dan serangga. Ekosistem kedua yaitu ekosistem
lapangan bola yang memiliki jumlah keanekaragaman organisme paling rendah,
selain itu cenderung gersang karena tidak terdapat tumbuhan berkanopi dan
banyak terdapat aktivitas manusia. Ekosistem ketiga merupakan ekosistem yang
terdiri dari banyak tumbuhan berkanopi namun daya dukung untuk menyokong
kehidupan organisme lainnya cenderung berkurang akibat adanya aktivitas
manusia.
Berdasarkan hasil pengamatan,
ekosistem pertama merupakan ekosistem yang paling besar dalam menyokong
kehidupan berbagai organisme didalamnya. Banyak hal yang mempengaruhi kemampuan
tersebut. Diantaranya adalah baiknya keseimbangan rantai makanan maupun aliran
energi, terpenuhinya nutrisi dan faktor abiotik yang menunjang bagi kehidupan
organisme didalam ekosistem.
Tabel
4.1 Hasil Pengukuran Faktor Abiotik
Pengukuran
faktor abiotik
|
Ekosistem
A
|
Ekosistem
B
|
Ekosistem
C
|
Temperature udara
|
290 C
|
310 C
|
280 C
|
Temperature tanah
|
270 C
|
310 C
|
260 C
|
Ph tanah
|
6
|
6.5
|
6.7
|
Kecepatan angin
|
30 m/s
|
36.7 m/s
|
3.3 m/s
|
Kelembaban udara
|
67
|
65
|
71
|
Intensitas cahaya
|
48.2 klx
|
17,4 KLX
|
2.8 klx
|
Profil tanah
|
Merah, padat, lembab
|
Merah, padat
|
lembab
|
Perkolasi tanah
|
0.62 cm3/s
|
0,15 cm3/s
|
0.20 cm3/s
|
Tabel diatas merupakan hasil
pengukuran faktor abiotik dari ketiga ekosistem yang telah diamati. Faktor
abiotik tersebut meliputi temperatur udara dan tanah, pH tanah, kecepatan
angin, kelembaban udara, intensitas cahaya, profil tanah, dan perkolasi tanah.
Hasil pengukuran faktor abiotik pada ekosistem pertama sebenarnya kurang
menunjang kehidupan organisme bila dibandingkan dengan ekosistem ketiga yang
secara fisik lebih mendukung untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme
didalamnya. Berdasarkan hasil pengamatan, ketidakmampuan ekosistem ketiga untuk
menyokong kehidupan organisme didalamnya mungkin disebabkan adanya aktivitas
manusia yang mengganggu keseimbangan ekosistem. Aktivitas manusia mampu memodifikasi
komunitas alami suatu ekosistem dan mengubah daya dukungnya. Akibatnya nilai
daya dukung lingkungan menjadi turun sehingga tidak mampu menyokong kehidupan
organisme dalam suatu ekosistem. Oleh karena itu, walaupun pada pengukuran
faktor abiotik ekosistem pertama kurang mendukung untuk kehidupan organisme
bila dibandingkan dengan ekosistem ketiga, namun tidak adanya aktivitas manusia
menjadi sebab utama ekosistem pertama lebih baik dalam hal menyokong kehidupan
organisme didalamnya (Riberu, 2002).
Faktor abiotik yang memiliki
pengaruh paling besar dalam membatasi organisme pada ekosistem pertama yaitu
intensitas cahaya. Hal tersebut dikarenakan intensitas cahaya yang cukup baik
yaitu sebesar 48.2 klx membuat tumbuhan mampu melakukan fotosintesis dan metabolisme
sehingga aliran energi dapat berjalan dan dimanfaatkan oleh organisme lain
hingga mencapai keseimbangan didalam ekosistem. Selain faktor abiotik, faktor
biotik juga memiliki pengaruh yang besar dalam membatasi organisme pada
ekosistem. Hasil pengamatan faktor biotik dapat dilihat dalam grafik berikut:
Grafik
4.1 faktor biotik yang mempengaruhi ekosistem
Grafik diatas merupakan data hasil
pengamatan faktor biotik pada tiga ekosistem yang diamati. Faktor biotik pada
diagram diatas meliputi pengamatan tumbuhan bawah, spesies pohon, hewan,
organisme tanah, dan hewan. Perbedaan faktor biotik dari ketiga ekosistem
diatas menggambarkan kualitas dan ciri
dari ekosistem. Berdasarkan Grafik 4.1 dapat diketahui bahwa ekosistem pertama
merupakan ekosistem dengan dominasi tumbuhan bawah. Ekosistem kedua merupakan
ekosistem yang memiliki organisme paling sedikit dan ekosistem ketiga
didominasi oleh tumbuhan pepohonan. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui
bahwa ekosistem pertama merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman paling
tinggi. Faktor utama yang menyebabkan tinggainya keanekaragaman adalah
aktivitas manusia. Tidak adanya aktivitas manusia pada ekosistem pertama
membuat banyaknya keanekaragaman dari organisme yang menandakan masih baiknya
ekosistem.
Ekosistem yang paling berpeluang
membatasi keanekaragaman organisme didalamnya adalah ekosistem kedua.
Sedikitnya organisme yang hidup pada ekosistem kedua membuat biomassa ekosistem
kedua terendah dibanding ekosistem yang lain. Hal itu dipengaruhi oleh
kurangnya keanekaragaman organisme, terutama tumbuhan sebagai produsen dalam
tingkatan trofik ekosistem yang berkaitan dengan aliran energi sebagai
penghasil sumber makanan bagi organisme konsumen, dan juga menghasilkan serasah
sebagai nutrisi bagi organisme dekomposer. Berikut adalah hasil pengukuran
persentase kanopi dan kerapatan vegetasi yang disajikan dalam grafik 4.2.
Grafik
4.2 Persentase Kanopi Dan Kerapatan Vegetasi
Grafik diatas menggambarkan tentang
persentase kanopi dan kerapatan vegetasi yang berkaitan dengan biomassa
ekosistem. Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa biomassa tertinggi adalah
pada ekosistem ketiga. Hal tersebut terlihat dari tingginya hasil persentase
kanopi dan juga kerapatan vegetasi. Selain itu, pada ekosistem ketiga terdiri
dari banyak pohon besar, tumbuhan bawah, rumput, lumut dan hewan serangga serta
berbagai macam organisme. Oleh karena itu, ekosistem ketiga merupakan ekosistem
yang memiliki biomassa paling tinggi diantara ekosistem yang lain.
Sedangkan pada ekosistem kedua
memiliki persentase konopi dan kerapatan vegetasi terendah diantara ekosistem
lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan rendahnya aliran energi karena
sedikitnya organisme yang ditemukan pada ekosistem kedua. Sedikitnya organisme
yang ditemukan dalam suatu ekosistem membuat aliran energi yang terlibat dalam
rantai kehidupan organisme menjadi lebih singkat. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya komponen untuk menunjang tersimpan dan berpindahnya energi dari satu
ke organisme lainnya.
Tidak adanya kanopi tumbuhan juga
menyebabkan terik matahari menjadi sangat panas dan menjadi salah satu faktor
pembatas bagi organisme untuk dapat hidup didalam ekosistem kedua. Tidak adanya
pepohonan juga mengakibatkan pekolasi tanah buruk, yaitu sulit untuk menyerap
air sehingga mampengaruhi kelembaban tanah. Akibatnya, organisme dekomposer
tidak dapat hidup dan tanah menjadi tidak subur. Selain itu, banyaknya
aktivitas manusia didalam ekosistem kedua yang merupakan lapangan bola
mengganggu aktivitas organisme didalam ekosistem sehingga menyebabkan organisme
tersebut migrasi dari ekosistem yang ditempatinya. Oleh karena itu hanya hewan
seperti semut dan rumput yang dapat eksis didalam ekosistem kedua dibanding organisme
lainnya.
Sedikitnya tumbuhan yang dapat hidup
diduga membuat tidak terjadinya kompetisi antarspesies didalam ekosistem
kedua. Hal tersebut mungkin disebabkan
substrat yang tidak cocok bagi tumbuhan lain. Terlihat dari hasil pengamatn
hanya satu jenis tumbuhan saja yang dapat hidup yaitu rumput. Begitupun dengan
hewan yang keanekaragamannya sangat sedikit pada ekosistem kedua, yaitu hanya
dijumpai organisme semut sehingga diduga tidak terjadi kompetisi antarspesies.
Keanekaragaman organisme tanah pada
ekosistem ketiga juga merupakan yang tertinggi. Hasil tersebut didukung oleh
interaksi faktor abiotik dan biotik yang cukup baik. Dimana banyaknya kanopi
pohon membuat suhu udara maupun tanah pada ekosistem tersebut cenderung sejuk
dan lembab sehingga baik untuk menunjang kehidupan organisme tanah. Organisme
tanah yang ditemui pada ekosistem ketiga diantaranya adalah cacing tanah, ulat
kaki seribu, dan semut.
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, ekosistem ketiga diduga merupakan ekosistem peralihan atau ekotone
dari ekosistem alami ke buatan akibat adanya campur tangan manusia yang
mengganggu kehidupan alami organisme didalam ekosistem tersebut. Aktivitas
manusia memodifikasi suatu ekosistem membuat daya dukung lingkungan menjadi
terganggu. Akibatnya, organisme didalam ekosistem harus menyesuaikan diri dari
kondisi alaminya untuk tetap survive
pada kondisi lingkungan yang baru. Oleh karena itu, ekosistem ketiga merupakan
tipe ekosistem yang paling banyak dijumpai organisme eksotik atau organisme
dengan adaptasi tidak biasa mengikuti perubahan lingkungan alaminya, seperti
pada pohon pisang yang terhambat pertumbuhannya karena substrat alaminya telah
terganggu aktivitas manusia (Riberu, 2002).
Berdasarkan
hasil pengamatan, ketiga tipe
ekosistem tersebut dapat dikatakan ekosistem buatan karena adanya campur tangan
manusia dalam aktivitasnya. Keseluruhan ekosistem menunjukkan bahwa pada
ekosistem tersebut faktor biotik dan abiotiknya telah tercukupi. Hal itu dapat
dibuktikan dengan keragaman organisme yang mampu bertahan dan saling
beriteraksi. Hanya saja pada ekosistem kedua (ekosistem lapangan bola) tidak
memiliki terlalau banyak keanekaragaman organisme. Hal ini dikarenakan substrat
yang tidak mendukung dan tidak
adanya kanopi membuat sedikinya organisme yang mampu bertahan. Sehingga untuk
mempertahankan ekosistem ini dibutuhkan campur tangan manusia agar senantiasa
menjaga ekosistem ini. Misalnya dengan cara membuat sanitasi air agar pada saat
hujan, air tidak menggenangi sebagian ekosistem yang nantinya akan terjadi
pembusukan pada tanaman.
Ketiga ekosistem yang telah diamati
menunjukkan pengaruh biodiversitas terhadap kondisi optimal bagi organisme,
dimana pada ekosistem yang memiliki keanekaragaman organisme tinggi akan
membuat kondisi yang optimal untuk hidup organisme. Hal itu disebabkan karena
semakin beragamnya suatu ekosistem akan membuat kompleks komposisi dari
ekosistem sehingga mengurangi gangguan keseimbangan ekosistem. Contohnya adalah
apabila suatu konsumen dalam tingkat trofik, misalnya belalang kekurangan daun
sebagai makanan dari tumbuhan dapat menggunakan daun dari tumbuhan lain untuk
mencukupi kebutuhannya.
BAB
V
KESIMPULAN
1.
Ekosistem pertama terlihat memiliki
keanekaragaman organisme paling tinggi yang didominasi oleh tumbuhan bawah dan
serangga
2.
Ekosistem kedua yaitu ekosistem lapangan
bola yang memiliki jumlah keanekaragaman organisme paling rendah.
3.
Ekosistem ketiga merupakan ekosistem
yang terdiri dari banyak tumbuhan berkanopi.
4.
Hasil pengukuran faktor abiotik pada
ekosistem pertama sebenarnya kurang menunjang kehidupan organisme bila
dibandingkan dengan ekosistem ketiga yang secara fisik lebih mendukung untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme didalamnya.
5.
Faktor abiotik yang memiliki pengaruh
paling besar dalam membatasi organisme pada ekosistem pertama yaitu intensitas
cahaya
6.
ekosistem ketiga diduga merupakan
ekosistem peralihan atau ekotone dari ekosistem alami ke buatan
7.
Ekosistem yang paling berpeluang
membatasi keanekaragaman organisme didalamnya adalah ekosistem kedua
8.
Biomassa tertinggi adalah pada ekosistem
ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro,
D.1991. Ekologi Manusia Dengan Lingkungannya. Erlangga. Jakarta
Eugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Naughton
and Wolf. 1990. Ekologi Umum. Edisi kedua. UGM Press. Yogyakarta
Polunin,
N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Prawiro,
R. H. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran Edisi keempat. Satya Wacana.
Semarang
Riberu P.
2002. Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 /
Th.I / Maret. UNJ. Jakarta
Southwick,
C. H. 1972. Ekology and The Quality of Our Environment. Van Nostrand
Reinhold Company. New York
Sudarwati,
S.1970. Proseeding Bidang Biologi Jilid 1. Institut Teknologi Bandung.
Bandung
Odum. 1993.
Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press. Yogyakarta
Odum.
1996. Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press. Yogyakarta
Zoer’aini.
1992. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar