Jumat, 17 Agustus 2012

LAPORAN FAKTOR ABIOTIK


LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik Ekosistem Akuatik


Nama                               : MUTIA WIDI RIANI
NIM                                : 1110095000016
Kelompok                        : 5
Asisten Dosen                  : Angga Restiadi
Tanggal Praktikum            : 20 Maret 2012
Tanggal Pengumpulan        : 27 Maret 2012





new-uin-logo
 

BIOLOGI







PROGRAM STUDI BIOLGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Lingkungan merupakan kompleks dari faktor yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, tidak saja antara faktor-faktor biotik dan abiotik, tetapi juga antara biotik maupun abiotik itu sendiri, sehingga sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya.
            Faktor lingkungan abiotik merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi organisme. Berbeda dengan ekosistem terrestrial, faktor abiotik pada ekosistem perairan menjadi faktor pembatas yang utama. Variasi nilai faktor abiotik membuat ekosistem perairan selalu mengalami perubahan kualitas dan kuantitas. Oleh karena itu, organisme perairan harus dapat beradaptasi dalam mencari nutrisi dan menjalankan kelangsungan hidup dengan menggunakan gas-gas yang terlarut pada perairan tersebut. Pengaruh variasi abiotik ini juga sebagai penunjang lingkungan secara keseluruhan yang memungkinkan adanya perubahan produktivitas biologis. Dengan adanya praktikum ini, kita dapat menentukan kualitas fisik dan kimia suatu perairan sehingga dapat menambah wawasan tentang variasi faktor abiotik yang sesuai dengan kelangsungan kehidupan organisme perairan sehingga kita dapat mengaplikasikan hal tersebut di bidang perikanan dan konsevasi alam (Irwan, 1992).
1.2 Tujuan Praktikum
·         Mengetahui pengaruh faktor-faktor abiotik didalam suatu ekosistem akuatik.
·         Mengetahui berbagai aspek kimia dan fisika yang mempengaruhi kehidupan biota akuatik.
·         Mengetahui cara penggunaan alat-alat yang digunakan dalam pengukuran faktor lingkungan abiotik ekosistem akuatik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Faktor abiotik merupakan salah satu komponen atau faktor dalam lingkungan yang mempengaruhi organisme. Komponen abiotik adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk tak hidup atau segala sesuatu yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, iklim, kelembaban, cahaya, dan bunyi (Irwan, 1992).
1.      Danau
            Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).
            Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu. Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi. Asal mula sebuah danau dapat bermacam-macam. Ada yang terbentuk karena terjadi patahan di permukaan bumi yang kemudian diikuti peristiwa klimat. Beberapa danau lain timbul akibat gejala vulkan, karena belokan sungai yang terlalu dalam, karena depresi tanah kapur dan ada juga danau buatan.
            Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, namun jelas menghasilkan suatu dampak yang sama yaitu rusaknya ekosistem sungai. Salah satu usaha pengelolaan kualitas air di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah pemantauan parameter-parameter kualitas air. Parameter kualitas air yang dipantau secara umum adalah parameter fisika-kimia dan biologi (Irianto & Machbub, 2004 dalam Mahanal 2009), walaupun dalam  praktiknya sering hanya digunakan parameter fisika-kimia seperti suhu air, warna, bau, rasa, dessolve oxygen (DO), senyawa-senyawa nitrogen, padatan tersuspensi, serta materi terlarut dan lain-lain.
Menurut Kovacs (1992) serta Rosenberg dan Resh (1993) dalam mahanal (2009), untuk menganalisis suatu pencemaran di lingkungan perairan banyak digunakan bioindikator, karena: 1) pengukuran kualitas faktor fisiko-kimia hanya menggambarkan situasi pada saat itu dan memerlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit, 2) jumlah atau intensitas zat pencemar kadangkala terlalu rendah untuk dideteksi dengan analisis secara kimia dan fisika, 3) pengaruh kombinasi beberapa zat pencemar mungkin berbeda bila terpisah-pisah, 4) kadangkala tidak jelas
parameter faktor fisiko-kimia mana yang perlu di ukur.
2.      Pengukuran faktor abiotik danau
2.1  Pencuplikan Air
            Pengambilan sampel air yang menyangkut pemeriksaan kadar oksigen terlarut dengan menggunakan water bottle sampler merk La Motte bertujuan agar tidak menimbulkan gelembung udara. Pencuplikan air digunakan untuk pemeriksaan oksigen terlarut didalam air.
                   
2.2  Pengukuran Suhu Air
            Tinggi rendahnya nilai temperatur suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan organisme air termasuk plankton. Tingginya nilai temperatur dapat meningkatkan kebutuhan plankton akan oksigen. Hal ini disebabkan karena temperatur dapat memicu aktivitas fisiologis plankton sehingga kebutuhan akan oksigen semakin meningkat. Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs bahwa kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) dapat meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi badan perairan. (Brehm & Maijering, 1990 dalam Barus, 2004).
            Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4 oC, di atas dan di bawah suhu tersebut air akan berkembang dan menjadi lebih ringan. Sifat unik ini menyebabkan air danau tidak membeku seluruhnya pada musim dingin. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (Odum, 1994). Temperatur air di suatu ekosistem danau dipengaruhi terutama oleh intensitas cahaya matahari tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut (Barus, 2004).
2.3  Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air
                Nilai pH yang terlalu asam atau basa berbahaya bagi kelangsungan hidup plankton karena akan menyebabkan berbagai gangguan metabolisme termasuk respirasi. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kolorimetri, dengan kertas Ph, atau dengan pH meter (Suin, 2002). pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan dan suasana air juga mempengaruhi beberapa hal lain misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi.
Sumber: www. juwilda.wordpress.com
            pH-meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH (keasaman atau alkalinitas) dari suatu cairan (meskipun probe khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH zat semi padat). pH-meter yang biasa terdiri dari pengukuran khusus probe (elektroda gelas) yang terhubung ke meteran elektronik yang mengukur dan menampilkan pH membaca.
2.4  Pengkuran Derajat Kecerahan Air
Penetrasi cahaya sangat mempengaruhi keberadaan plankton di suatu badan perairan, sebab penetrasi cahaya sangat menentukan proses fotosintesis dan reproduksi yang dilakukan plankton masih dapat berlangsung. Menurut Nybakken (1992) bahwa kedalaman penetrasi cahaya yang merupakan kedalaman di mana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim. Menurut Barus (2004) bahwa kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisma air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.
Bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktifitas. Kejernihan dapat diukur dengan alat yang amat sederhana yang disebut dengan cakram Secchi (Odum, 1994). Prinsip penentuan kecerahan air dengan keping sechii adalah berdasarkan batas pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada dalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat dengan batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut. Keping sechii berupa suatu kepingan yang berwarna hitam putih yang dibenamkan ke dalam air (Suin, 2002).
2.5  Penentuan Kadar Oksigen Terlarut
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan proses biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Peranan oksigen paada organisme aerobik, adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Sedangkan dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen jugasangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, sepertimikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lainyang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industridan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.
Plankton merupakan organisme air yang membutuhkan oksigen untuk melaksanakan aktivitas fisiologis dan biologis. Kandungan oksigen terlarut yang terdapat di suatu badan perairan tentu saja sangat mempengaruhi keberadaan plankton karena plankton membutuhkan oksigen untuk dikonsumsi terutama pada saat proses respirasi. Agar dapat hidup, hewan maupun tumbuhan air memerlukan oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan atmosfer tertentu. Pada tekanan atmosfer normal (1 atm) dan suhu 20 oC, kadar maksimum oksigen terlarut dalam air adalah 9 ppm (mg/l).


2.6  Pengukuran Turbiditas Air
Turbiditas (kekeruhan) merupakan kandungan bahan Organik maupun Anorganik yang terdapat di peraairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut. Turbiditas sering di sebut dengan kekeruhan, apabila di dalam air media terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan/ phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen.
Turbidimeter merupakan alat yang digunakan untuk menguji kekeruhan, yang biasanya dilakukan pengujian adalah pada sampel cairan misalnya air. Salah satu parameter mutu yang sangat vital adalah kekeruhan yang kadang-kadang diabaikan karena dianggap sudah cukup dilihat saja atau alat ujinya yang tidak ada padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap mutu. Oleh sebab itu untuk mengendalikan mutu dilakukan uji kekeruhan dengan alat turbidimeter.
2.7  Pengukuran Salinitas dan Konduktivitas Air
Salinitas merupakan jumlah gram garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut. Konsentrasi garam dikontrol oleh batuan alami yang mengalami pelapukan, tipe tanah, dan komposisi kimia dasar perairan. Salinitas merupakan indikator utama untuk mengetahui penyebaran massa air lautan sehingga penyebaran nilai-nilai salinitas secara langsung menunjukkan penyebaran dan peredaran massa air dari satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran salinitas secara alamiah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung maupun lewat sungai dan gletser, penguapan, arus laut, turbulensi percampuran, dan aksi gelombang.
Daya hantar listrik atau konduktivitas perairan dapat diukur dengan konduktivitimer. Konduktivitas air bergantung pada jumlah ion-ion terlarut per volumenya dan mobilitas ion-ion tersebut. Satuannya adalah (μmho/cm, 250C). Konduktivitas bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas. Secara umum, faktor yang lebih dominan dalam perubahan konduktivitas air adalah temperatur.
























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di danau Situ Gintung dan laboratorium ekologi PLT UIN Jakarta pada hari  Selasa, 20 Maret 2012 pukul 13.30 – 16.00 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
Praktikum kali ini menggunakan alat-alat pengukuran faktor abiotik ekosistem akuatik seperti Water Sampler Bottle, tele thermometer, pH indikator, secci disk, DO meter, Water Quality Chekker, turbidimeter, dan TSS. Bahan yang digunakan adalah sampel air dari danau Situ Gintung dan aquadest.
3.3 Cara Kerja
1.      Pencuplikan Air
Pengambilan sampel air yang menyangkut pemeriksaan kadar oksigen terlarut dengan menggunakan water bottle sampler merk La Motte bertujuan agar tidak menimbulkan gelembung udara. Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara menurunkan tabung secara horizontal perlahan-lahan, dengan bagian ujung talinya dipegang. Setelah sesuai dengan kedalaman yang diinginkan, tali digoyangkan beberapa kali sebelum logam pemacu (messenger) diluncurkan. Setelah logam pemacu sampai ke botol pencuplik, botol ditarik ke atas, dan air dari tabung tersebut dialirkan ke luar melalui suatu sistem pipa-pipa kecil kedalam dua atau lebih botol cuplikan.
2.      Pengukuran Suhu Air
Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan thermometer air raksa dengan cara thermometer ditenggelamkan dalam air dengan seutas tali kemudian dibiarkan sampai air raksa tidak bergerak (+5 menit). Selanjutnya suhu dibaca dengan cara mengamati air raksa didalam thermometer tersebut.
3.      Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air
Derajat keasaman (pH) air diukur dengan menggunakan pH indikator. Caranya adalah dengan mencelupkan kertas pH kedalam sampel air sampai seluruh warna tercelup kemudian ditunggu beberapa saat, lalu dibandingkan dengan warna standar pada kotak pH indikator.
4.      Pengkuran Derajat Kecerahan Air
Pengkuran derajat kecerahan air dilakukan dengan menggunakan keping secchi (secchi disk) dengan cara keping secchi diturunkan kedalam air secara perlahan-lahan dengan terus memperhatikan warna keping. Tepat pada saat warna putih tidak dapat dibedakan lagi dengan warna hitam, ukuran kedalaman panjang tali yang masuk ke dalam air dibaca. Selanjutnya keeping secchi diturunkan kembali sedikit lebih dalam lalu secara perlahan-lahan ditarik naik. Tepat pada saat warna putih dapat terlihat, panjang tali atau kedalaman dibaca kembali. Derajat kecerahan dinyatakan dalam satuan centi meter atau meter dengan merata-ratakan hasil dua pengukuran kedalaman tersebut.
5.      Penentuan Kadar Oksigen Terlarut
            Kadar atau kandungan oksigen terlarut diukur langsung dan relative cepat dengan menggunakan alat khusus yaitu DO-meter (Dissolved Oxygen-meter). Caranya adalah dengan mencelupkan kabel penelusur kedalam sampel air, kemudian dilihat dan dicatat hasilnya.
6.      Pengukuran Salinitas dan Konduktivitas Air
Pengukuran konduktivitas dilakukan menggunakan conductivitymeter, yaitu dengan cara bagian sensor alat dimasukkan ke dalam air sampel.

7.      Pengukuran Turbiditas air
Pengukuran turbiditas dilakukan menggunakan turbidimeter. Sampel air dimasukkan ke dalam botol sampel. Tombol “on” ditekan, diikuti tombol “cal” untuk kalibrasi. Botol sampel dimasukkan ke dalam turbidimeter. Ditekkan tombol “tur” untuk pengukuran turbid. Dicatat hasil pada layar.

















BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian terhadap faktor abiotik ekosistem akuatik di danau Situ Gintung, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut.
NO.
PENGAMATAN
HASIL
1.
Derajat kecerahan air
41,5
2.
Suhu air
-   Thermometer air raksa
-   DO-meter

29 0C
30,2 0C
3.
pH air
7
4.
DO meter
9,9 mg/L
5.
Konduktivitas
0,1 ms/cm
100 s
6.
Turbiditas
31,59 FTU
Tabel 4.1 Pengamatan Mikroklimat
            Pengukuran derajat kecerahan air dilakukan dengan menggunakan keping secchi (secchi disk) yang memiliki prinsip kerja berdasarkan perbedaan jarak pada saat warna putih secchi disk menghilang dari permukaan air dan timbul kembali saat secchi disk diangkat dari dalam air. Setelah dilakukan pengukuran, hasil derajat kecerahan air sebesar 41,5. Berdasarkan hasil tersebut, dapat terlihat  bahwa kecerahan air di danau Situ Gintung cukup keruh karena hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam air. Menurut Barus (2004) bahwa kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.
            Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan thermometer air raksa suhu yang didapat sebesar 29 0C menunjukan bahwa suhu air di danau Situ Gintung cukup hangat. Hal tersebut dikarenakan pengukuran dilakukan pada waktu siang hari saat terik matahari. Kenaikan temperatur dapat membuat kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang karena membuat oksigen didalam air menguap.
Setelah dilakukan pengukuran derajat keasaman air menggunakan pH indikator didapatkan pH sampel air sebesar 7 yang menunjukan derajat keasaman air di danau Situ Gintung netral.  pH yang netral dibutuhkan organisme air untuk dapat hidup. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi. Terlebih bagi danau Situ Gintung yang tengah dalam proses suksesi, maka keadaan pH yang netral dibutuhkan bagi kelangsungan hidup plankton sebagai makanan organisme air yang ada (Barus, 2004).
            Pengambilan sampel air yang menyangkut pemeriksaan kadar oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan water bottle sampler merk La Motte. Penggunaan alat ini bertujuan agar pada saat pengambilan sampel tidak menimbulkan gelembung udara karena akan menyebabkan ketidak akuratan hasil. Kelebihan alat ini yaitu dapat digunakan pada kedalaman <1 2004="2004" atau="atau" bahan="bahan" banyak="banyak" dan="dan" dapat="dapat" dari="dari" dikarenakan="dikarenakan" dinding="dinding" dipakai="dipakai" flexy="flexy" glass="glass" ibisono="ibisono" karet="karet" kelemahan="kelemahan" memiliki="memiliki" menempel="menempel" meter="meter" organik="organik" pada="pada" pemeriksaan="pemeriksaan" plastik="plastik" sehingga="sehingga" semacam="semacam" span="span" tabung="tabung" terbuat="terbuat" tidak="tidak" tujuan="tujuan" tutup="tutup" tutupnya="tutupnya" untuk="untuk" yang="yang">
                Hasil pengukuran oksigen terlarut sebesar 99,9 mg/L menunjukan keadaan air di danau Situ Gintung cukup baik, namun tidak banyak ditemukan organisme air laut pada saat penelitian seperti ikan, udang, dan lain-lain dikarenakan danau Situ Gintung sedang dalam proses menuju suksesi, dimana organisme penghasil oksigen didalam danau masih sedikit jumlahnya. Konsentrasi gas oksigen bervariasi pada setiap kedalaman dan dipengaruhi oleh suhu, dan berasal dari dua sumber, yakni atmosfer dan dari hasil fotosintesis fitoplankton dan berbagai jenis tanaman air (Wibisono, 2004).
Kercerahan diperngaruhi oleh kedalaman. Semakin dalam suatu periran maka tingkat kecerahan semakin rendah, hal ini dikarenakan cahaya matahari sulit tertembus pada dasar perairan. Konduktivitas air diukur dengan menggunakan alat Conduktivity meter dan dipengaruhi oleh kecerahan yaitu semakin besar nilai konduktivitas maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan. Tabel diatas menunjukkan konduktivitas perairan danau Situ Gintung sebesar 100 s. hal tersebut menunjukkan partikel-partikel ion didalam air cukup banyak sehingga mampu mengahantarkan listrik.
Turbiditas air diperiksa dengan menggunakan alat turbidimeter yang berfungsi untuk pengujian kekeruhan dengan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang. Turbidimeter memiliki prinsip kerja akan memancarkan cahaya pada media atau sampel, cahaya tersebut akan diserap dan ada yang diteruskan, dipantulkan atau menembus media tersebut. Cahaya yang menembus/diserap media akan diukur dan ditransfer kedalam bentuk angka yang merupakan tingkat kekeruhan. Semakin banyak cahaya yang diserap maka semakin keruh. Tabel diatas menunjukan turbiditas air danau Situ Gintung sebesar 31,9 FTU. Hal itu menunjukkan banyaknya partikel-partikel tersuspensi di perairan tersebut. Kekeruhan pada perairan danau disebabkan oleh bahan tersuspensi dan partikel-partikel seperti tanah, lumpur, dan bahan-bahan organik.







BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
·         Faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi ekosistem akuatik adalah faktor fisik, kimia, dan bologi.
·         Parameter fisika dan kimia dalam ekosistem akuatik adalah suhu, pH, derajat kecerahan air, dessolve oxygen (DO), turbiditas, konduktivitas, dan salinitas.
·         Derajat kecerahan air diukur dengan menggunakan alat sechii disk dan hasilnya keruh.
·         Suhu air diukur dengan menggunakan alat thermometer air raksa, dan hasilnya hangat.
·         Kandungan oksigen terlarut diukur dengan menggunakan alat DO-meter dan hasilnya cukup baik.
·         Konduktivitas air diukur dengan manggunakan alat Conduktivity meter dan hasilnya terbilang cukup baik.
·         Derajat keasaman air diukur dengan menggunakan alat pH indikator universal dan hasilnya pH air netral.
·         Turbiditas air diukur dengan menggunakan alat turbidimeter dan hasilnya tergolong sedang yaitu 31,9 FTU.
5.2 Saran
·         Setiap kelompok sebaiknya memegang alat masing-masing agar praktikum menjadi lebih efektif.
·         Pengukuran sebaiknya dilakukan pada titik-titik yang berbeda.



DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan. USU Press.
Mahanal, S. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Deteksi Kualitas Sungai dengan Indikator Biologi Berbasis Konstruktivistik untuk Memberdayakan Berpikir Kritis dan Sikap Siswa SMA terhadap Ekosistem Sungai di Malang. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca sarjana Universitas Negeri Malang.
Nybakken, J,W. 1992. Biologi Laut satu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT Gramedia.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta. Andi Yogyakarta.
Setiadi, Dede. 1989. Dasar-dasar Ekologi. Bogor: IPB Press.
Suin NM. 2002. Metoda Ekologi. Padang.  Universitas Andalas.
Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2. Jakarta. UI Press
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-dasar Ekologi. Jakarta. UI Press.       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar